: Anna Erishkigal
: Pedang Para Dewa (Edisi Bahasa Indonesia) (Indonesian Edition)
: Seraphim Press
: 9781943036455
: 1
: CHF 0.90
:
: Fantasy
: Indonesian
: 350
: DRM
: PC/MAC/eReader/Tablet
: ePUB

Zaman dahulu kala, dua musuh bebuyutan memperebutkan kekuasaan untuk menguasai Bumi. Salah seorang muncul untuk membela sisi kemanusiaan. Orang tersebut adalah seorang prajurit yang namanya masih kita ingat hingga hari ini...
.
Kolonel Mikhail Mannuki'ili, anggota Pasukan Khusus Malaikat, terbangun dalam keadaan terluka parah di dalam pesawatnya yang kandas. Wanita yang menyelamatkan nyawanya memiliki kemampuan yang nampaknya tidak asing, namun tanpa ingatan akan masa lalunya, ia tidak bisa mengingat alasannya!
Para penduduk desa tempat Ninsianna tinggal memercayai ramalan tentang seorang pahlawan bersayap, Sang Pedang Para Dewa yang akan membela mereka dari Yang Jahat. .
Mikhail bersikeras bahwa ia bukanlah makhluk setengah dewa. Namun, kemampuan membunuhnya yang luar biasa berkata lain.
.
Sementara itu, di surga, roh jahat melontarkan bisikan-bisikan kepada seorang pangeran yang murung. Sebuah spesies sekarat yang berusaha menghindari kepunahannya. Dan kedua kaisar yang berpegang erat pada ideologi kuno mereka, tidak dapat melihat ancaman yang lebih besar di dalam kisah fantasi ilmiah ini. Kisah paling epik anak manusia yang menceritakan kembali tentang pertempuran antara kebaikan dan kejahatan, perseteruan antara kerajaan-kerajaan dan ideologi-ideologi, serta pahlawan terhebat yang pernah menginjakkan kaki di Bumi, Sang Malaikat Agung Mikhail.
.
BONUS SPESIAL: termasuk Episode 1x01 (prekuel) novela kisah asli 'Para Pahlawan Dahulu Kala'.
.
Buku ini BUKAN fiksi religius!
.
Bahasa Indonesia - Indonesian language, buku bahasa Indonesia

Bab 2


Februari – 3,390 SM

Bumi

12 jam sebelumnya…

NINSIANNA

Padang pasir yang terbentang di antara kedua sungai besar itu adalah tempat yang tidak layak huni, bahkan selama musim hujan sekalipun, ketika embun yang diturunkan oleh badai pasir hampir tidak pernah menyentuh tanah. Tempat bernaung pun sedikit di sini. Hanya ada puing-puing dan semak-semak kering, sisa-sisa kerangka tulang dari yang telah lama mati, dan gunung di kejauhan yang dianggap sebagai tempat suci para dewa oleh musuh mereka.

Ninsianna, yang namanya berartiIa-yang-melayani-sang-dewi, meringkuk di belakang gundukan bebatuan, jantungnya berdebar-debar saat tiga prajurit yang mengenakan rok berlipat melangkah begitu dekat dengan tempat di mana ia bersembunyi, memunguti semak belukar kering untuk membuat api.

“Untuk apa ia pergi ke arah sini?” tanya Tirdard.

“Ia ingin melarikan diri darinya.” kata Dadbeh.

“Jangan biarkania mendengarmu mengatakan hal itu,” kata Firouz. “Ia berharap untuk menjalin cinta dengannya.”

“Kuharap begitu!” kata Tirdard. “Mereka seharusnya menikah saat solstis musim panas.”

“Kecuali jika ia tidak berhasil mendapatkannya,” kata Firouz.

“Jika kau menanyakan pendapatku,” Dadbeh mendengus, “kurasa wanita itu kabur bersama pria lain.”

Ninsianna mendekap mulutnya dengan tangannya sendiri untuk menahan dorongan dalam dirinya untuk berseru:“Tidak bisakah kalian mengerti bahwa aku hanya tak ingin menikah dengannya?’ Ia telah menyerukan protes itu secara lantang dan berulang kali, tetapi tak ada seorang pun yang peduli tentang keinginan seorang wanita.

‘Coba bayangkan anak-anak laki-laki sehebat apa yang akan kau lahirkan?’ Papa mencemooh kebimbangannya.‘Ia-Yang-Adalahsangat berkenan akan perkawinan ini. Ia adalah putra dari sang kepala suku. Bayangkan kehormatan apa yang akan didapat dari persatuan dua keluarga kita?’

Tapi ia takingin menjadi kambing pembiak bagi siapapun! Tidak untuk desa ini. Bahkan tidak untuk Ia-Yang-Adalah!

Pembicaraan mereka terhenti saat Jamin berjalan kembali ke perkemahan sembari membawa rusa mati yang tergantung di pundaknya yang kekar. Ia adalah pria yang tampan, kekar, dengan wajah berwarna gelap, hidung lurus yang indah, dan mata terhitam yang pernah ada. Setiap wanita di desa ini tergila-gila akan kegagahannya.

Setiap wanita kecualidirinya...

Ia adalah satu-satunya mangsa yang tak akan pernah bisa dipikat Jamin ke tempat tidurnya!

Sahabat Jamin, Siamek, seorang pria tinggi dan kompeten, meletakkan tombak-tombak obsidian mereka dan jubah Jamin ke tanah.

“Apakah kalian melihat tanda-tanda keberadaannya?” tanya Firouz.

“Hanya jejak kaki.” Jamin menunjuk ke arah timur laut. “Beberapa ribu hasta ke arahsana.”

“Mengapa ia pergi ke arah musuh-musuh kita?” tanya Firouz. “Tidakkah ia sadar bahwa orang-orang Halifi itu akan langsung menyergapnya?”

“Karena ia adalah seorangwanita,” Jamin tertawa. “Hanya para dewa yang tahu hal apa yang berkibaran di balik parasnya yang jelita.”

Ninsianna memungut sebuah batu, menahan keinginan untuk melemparkan batu tersebut ke kepala si putra Kepala Suku yang arogan itu. Jika saja bukan karena kekuatan mentalnya, ia pasti sudah mati sekarang!

“Itulah yang terjadi jika kau mengejar putri sang dukun,” kata Firouz.

“Kami semua sudah memperingatkanmu,” kata Siamek, “Ninsianna itu plin-plan.”

Dadbeh tertawa.

“Oh, Jamin! Aku menginginkanmu!” Pria kecil itu berbicara dengan suara bernada tinggi yang dibuat-buat. Ia